The Wonderful Of Tumbilotohe

by prajuritkecil99
Yuhuuu.. assalamualaikum sobat Blogger! ^.^

Pernah mendengar tradisi yang namanya "Malam Pasang Lampu" nggak? Kalau belum, sobat Blogger terutama yang punya hobi travelling dan fotografi saya sarankan untuk berkunjung ke Gorontalo.

Yaa, karena setahu saya memang tradisi yang dinamakan "Malam Pasang Lampu" atau "Malam Tumbilotohe" ini hanya terdapat di Gorontalo. Itu pun hanya pada hari-hari tertentu di bulan Ramadhan. Jadi kalau sobat Blogger berkunjung ke Gorontalo dengan maksud ingin menyaksikan tradisi tersebut datangnya harus pada saat bulan Ramadhan.

Tradisi tersebut cukup unik. Diselenggarakan tiga hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Namun berdasar pengamatan saya, sejak sepekan menjelang berakhirnya Ramadhan di beberapa lokasi sudah mulai digelar. Meskipun masih jarang, baru beberapa rumah saja. Benar-benar terlihat dan terasa semaraknya pada H-3 Idul Fitri nanti. Saat itulah hampir seluruh warga serempak memasang lampu minyak berderet di sepanjang jalan, di pagar dan halaman rumah, masjid, perkantoran hingga tanah lapang. Bahkan ada juga di sungai dan persawahan. Bentuk hiasan dan ukurannya pun beragam. Suasana pada malam hari hingga Subuh menjadi sangat terang. Seolah bermandikan cahaya. Apalagi di Gorontalo sering terjadi pemadaman listrik, bias sinar dan kilau cahaya dari ratusan bahkan ribuan lampu minyak tersebut nampak semakin eksotis dan meriah.


Woderful of Tumbilotohe


Wonderful of Tumbilotohe


Wonderful of Tumbilotohe


Seperti itulah gambaran "Malam Tumbilotohe" di Gorontalo. Menakjubkan! :)

Istilah "Tumbilotohe" itu sendiri berasal dari bahasa Gorontalo, yaitu dari kata "tumbilo" yang berarti pasang dan "tohe" yang berarti lampu. Jadinya Tumbilotohe diartikan sebagai pasang lampu. Konon tradisi ini sudah berlangsung sejak abad XV. Menurut cerita, awalnya pelaksanaan Tumbilotohe dimaksudkan untuk memudahkan warga yang akan melaksanakan shalat malam sekaligus i'tikaf di masjid. Dalam versi lain, awal mula Tumbilotohe diperuntukkan bagi warga yang ingin memberikan zakat fitrah di malam hari. Keduanya masuk di akal. Secara, dulu kan masih banyak pohon-pohon besar, hutan, jadinya kondisi di jalanan sangat gelap. Listrik belum ada. Jarak antar rumah pun berjauhan. Selain itu menurut penuturan para sesepuh, tradisi ini juga dilakukan sebagai pertanda menyambut Idul Fitri, dengan maksud supaya hati dan jiwa kita bersih, bersinar, terang benderang seperti makna pemasangan lampu tersebut.

Berdasarkan data dan informasi yang ada, pada mulanya lampu penerangan Tumbilotohe ini menggunakan bahan yang terbuat dari sesuatu yang disebut 'wamuta' atau seludang yang dihaluskan dan diruncingkan kemudian dibakar. Selanjutnya alat penerangan berganti menggunakan apa yang disebut 'tohetutu' yaitu dari damar yang bisa menyala cukup lama ketika dibakar. Seiring perkembangan jaman, lampu penerangan berikutnya menggunakan sumbu dari kapas atau kapuk, berbahan bakar minyak kelapa yang ditaruh dalam kima, sejenis kerang laut yang kini keberadaannya semakin langka. Atau bisa juga ditaruh dalam buah pepaya yang dibelah dua. Kesemuanya itu bentuk dan wujudnya seperti apa, terus terang saya belum pernah melihatnya secara langsung. Lampu penerangan yang saya tahu yaa seperti yang ada saat ini, yang umumnya menggunakan sumbu dengan bahan bakar minyak tanah, berwadahkan botol kaca bekas minuman energi.

Amat disayangkan, gemerlap tradisi yang pada tahun 2007 sempat masuk Museum Rekor Indonesia tersebut kini mulai meredup. Ketersediaan bahan bakar minyak tanah yang langka dan harganya yang cukup mahal, serta mayoritas pola pikir generasi muda jaman sekarang yang lebih senang meniru budaya luar negeri ketimbang melestarikan tradisi dan kebudayaannya sendiri, tak ayal berdampak pada animo masyarakat akan tradisi "Malam Pasang Lampu" yang tiap tahun terus menurun secara siginifikan. Hal ini biasanya terjadi pada masyarakat perkotaan. Adapun yang masih setia meneruskan tradisi tersebut banyak yang sudah beralih menggunakan bola lampu listrik kecil warna-warni. Yang bisa kelap-kelip itu loh. Tetap menarik sih, tapi menurut saya sudah tidak lagi khas dan unik. Unsur tradisionalnya jadi berkurang bahkan hilang.

Namun bukan berarti tradisi tersebut sudah tidak ada sama sekali. Masih. Keberadaannya hingga kini tetap lestari. Gemerlap dan nilai-nilai tradisi "Malam Tumbilotohe" tetap terjaga terutama di lapisan masyarakat pinggiran kota. Terlebih lagi yang di daerah pedesaan. Kita masih bisa menjumpai lentera Tumbilotohe digantung pada kerangka mirip pintu gerbang yang terbuat dari bambu kuning. Warga lokal biasa menyebutnya 'alikusu'. Kerangka tersebut dihiasi janur, dedaunan berwarna kuning dan buah pisang yang dipercaya sebagai lambang kesejahteraan, serta tebu sebagai lambang keramahan dan kemuliaan.


Malam Pasang Lampu


Malam Pasang Lampu


Hiasan Malam Pasang Lampu


Gelaran tradisi "Malam Tumbilotohe" pun makin semarak dengan adanya atraksi 'bunggo' yakni semacam meriam yang terbuat dari bambu yang dilubangi setiap ruas di dalamnya, kecuali ruas di bagian ujung belakang. Biasanya berbahan bakar minyak tanah. Kalau di kampung halaman saya di Malang, meriam bambu ini disebut 'mercon bumbung'. Selain berbahan bakar minyak tanah bisa juga dari karbit yang dicairkan. Cara memainkannya dengan menyulutkan api melalui lubang kecil yang dibuat pada ruas terakhir meriam bambu tersebut. Lumayan keras bunyinya. Biasanya dimainkan oleh anak-anak dan remaja ABG selepas shalat tarawih hingga menjelang waktu santap sahur. Berlomba, saling adu meriam bambu siapa yang bunyinya paling keras. Seru juga! :D


Mercon Bumbung


Oh iya, ada banyak pilihan cara untuk menikmati gelaran "Malam Tumbilotohe" yang sungguh mempesona ini. Kita bisa berkeliling dengan menggunakan bentor, kendaraan khas Gorontalo. Bisa juga konvoi pakai sepeda motor atau mobil pribadi bersama teman-teman dan keluarga. Naik delman sama pasangan juga boleh, jadi lebih romantis. Atau mau berjalan kaki rame-rame juga hayuuk. Lebih asyik dan seru. Asal kuat saja. Hehe..

Terakhir, satu saran saya. Karena "Malam Tumbilotohe" ini adalah malam yang penuh dengan jelaga, jangan lupa untuk memakai masker atau sapu tangan buat nutupin mulut dan hidung. Saya rasa itu lebih baik. Sebab jika tidak, esok pagi pas bangun tidur biasanya akan mengalami gangguan sistem pernapasan. Batuk-batuk atau bahkan radang tenggorokan. Dan jangan kaget jika upilnya pada item semua! Haha!
monggo dishare ^-^
 
Copyright © 2014 - prajuritkecil99™ - Powered by Blogger
Template by Creating Website - Published by Mas Template